Senin, 19 Juni 2023

TINGGI HILAL



Berdasarkan sidang Isbat Kementerian Agama Republik Indonesia menetapkan tanggal 1 Zulhijjah 1444H jatuh pada hari Selasa tanggal 20 Juni 2023. Itu artinya Hari raya Idul Adha ( 10 Zulhijjah ) jatuh pada hari Kamis tanggal 29 Juni 2023. Berbeda dengan pemerintah, Pimpinan Pusat Muhamamdiyah jauh-jauh telah menetapkan tanggal 1 Zulhijjah 1444H jatuh pada hari Senin tanggal 19 Juni 2023 dan hari Raya Idul Adha ( 10 ZUlhijjah 1444H) pada hari Rabu tanggal 28 Juni 2023. Perbedaan ini tentu sudah biasa terjadi. Hal ini terkait cara pandang untuk menentukan awal bulan hijriyah antara pemerintah dengan Muhammadiyah.

Muhammadiyah dalam menentukan hitungan bulan berdasarkan ilmu Falaq. Berdasarakan hitungan perjalanan bulan. Bagi Muhammadiyah dianggap besok bulan baru bila hilal sudah wujud sudah terlihat tanpa memperhitungkan berapa tingginya. Tentu berdasarkan hitungan ilmu Falaq. Sedangkan pemerintah untuk menentukan bulan baru harus melihat secara langsung dengan mata yang disebut dengan rukyat. Oleh sebab itulah setiap tanggal 29 hijriyah saat matahari terbenam tinggi hilal harus dirukyat untuk memastikan besok bulan baru atau tanggal digenapkan menjadi 30. Karena hilal harus terlihat maka secara logika nggak mungkin atau sulit ( sampai saat ini ) hilal bisa dilihat jika posisi ketinggiannya dibawah dua derajat. Sekarang berubah sesuai ketentuan MABIM yaitu kesepakatan negara Malaysia, Berunai dan Indonesia. Disinilah letak perbedaan cara pandang antara pemerintah dengan Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan hijriyah.

Perbedaan ini mari kita sikapi dengan bijak saja dan saling memahami. Di tengah masyarakat perlu kita edukasi masyarakat terkait cara pandang ini. Sehingga masyarakat bisa memahami perbedaan ini sekaligus semakin cerdas. Termasuk juga edukasi terkait perbedaan waktu di Indonesia dengan Arab Saudi yang terkait dengan ibadah puasa Arafah dan hari raya Idul Adha. Ini adalah hal yang sangat penting. jangan membuat masyarakat menjadi bingung.

Sebenarnya tulisan ini mencoba mengkritik terkait kriteria tinggi hilal yang dua tahun ini digunakan oleh Indonesia karena kesepakatan MABIMS.
Mengapa harus mengikuti kriteria tinggi hilal menjadi 3 derajat ?
Kalau mau jujur dengan teknologi semakin canggih saat ini seharusnya tinggi hilal harus dibawah 2 derajat. Misalnya 1 derajat atau satu setengah derajat. Sehingga perbedaan penentuan awal bulan semakin kecil peluangnya. Alasan terkait bahwa tinggi hilal di bawah 3 derajat tidak akan terlihat dengan panca indra mata itu menjadi sebuah alasan yang sangat runyam. Sebab selama ini sidang isbat Kementrerian Agama  menerima kesaksian orang yang melihat tinggi hilal di atas dua derajat dan kurang dari tiga derajat. Apakah dapat kita simpulkan bahwa kesaksian selama ini ( ketika memakai kriteria tinggi hilal dua derajat ) dapat melihat hilal di bawah ketinggian tiga derajat kita ragukan kesaksiannya ?

Saya pikir inilah sebuah kesalahan alur pikir.

0 comments:

Posting Komentar