Catatan Saat Berdua

Catatan Tentang Kita Berdua tak Akan Ada Akhirnya .

Catatan Keluargaku

Ini adalah Catatan Kebahagian kita Kebahagiaan Dalam Bingkai Keluarga.

Catatan Tentang Kita

Catatan yang Paling Indah adalah Kita Jadikan Keluarga ini Tempat Kebahagiaan.

Catatatn : Anakku

Akan Tetap Terselip Diantara Untaian Doa kami Untuk Kebahagian Dunia dan Akhirat mu.

Catatan Abadi

Seandainya Aku Dihidupkan Kembali, Aku Akan Tetap Memilih Kalian Jadi Bagian Keluargaku.

Catatan : Aku

Ini Adalah Catatan Agar Aku Tak Lupa Bahwa banyak Catatan tentang Kita.

Catatan : Kita

Aku, Kau dan Kalian adalah Kita.

Catatan : Bahagia

Catatan Penting : Kita Raih Bahagia Bersama.

Catatan : Dirimu

Kalau Boleh Jujur...Aku Beruntung Kau Jadi bagian Hidupku.

Selasa, 31 Agustus 2021

PIDATO KEBANGSAAN PROF.DR.HAERDAR NASHIR: KRITIK MUHAMMADIYAH UNTUK NEGERI

Sangat menarik menyimak “Pidato Kebangsaan” Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Sc dalam rangka mensyukuri 76 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia. Apa yang diungkapkan Prof.Dr.Haedar Nashir,M.Sc adalah sikap Muhammadiyah memandang Indonesia dalam bingkai berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah sebagai bagian dari negara ini dan usia jauh lebih tua dari usia kemerdekaan bangsa Indonesia tentu memiliki harapan dan cita-cita agar negeri ini semakin baik sesuai dengan harapan pendiri bangsa ini. Usia 76 tahun bangsa Indonesia dengan situasi saat ini yang penuh dengan berbagai permasalahan maka “Pidato kebangsaan” yang disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhamamdiyah ingin mengajak seluruh komponen untuk kembali merenung arah dan tujuan yang ingin digapai oleh negeri ini.

Pidato Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Malang bekerjasama dengan Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muhammadiyah Maluku dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2021 diberi judul sekaligus sebagai hastag #IndonesiaJalanTengah #IndonesiaMilikBersama. Dari judul Pidato Kebangsaan ini tergambar sebuah solusi yang ditawarkan oleh Muhammadiyah untuk menyelesaikan persoalan bangsa yang akhir-akhir semakin mengkhawatirkan perjalanan bangsa ini ke depan. Keterbelahan anak bangsa, pro kontra radikalisme_ekstremisme, kasus korupsi dan perlakuan terhadap koruptor yang dianggap memanjakan, praktik demokrasi transaksional, kesenjangan sosial, menguatkan oligarki politik dan ekonomi, masalah utang luar negeri dan investais asing, penanganan covid-19 adalah sebagian contoh permasalahan yang sedang dihadapi negeri yang besar ini. Refleksi kemerdekaan ke 76 saat ini adalah saat yang tepat seluruh komponen bangsa untuk menyatukanpandang untuk menyelamatkan negeri yang kita cintai ini. Tentu dengan tidak mengurangi apresiasi atas kemajuan yang dicapai oleh negeri ini dari periode ke periode kepemimpinan nasional.

Membaca pemikiran Muhammadiyah lewat Pidato Kebangsaan Ketua Umum Prof.Dr.Haedar Nashir kita dibawa untuk melihat kondisi Indonesia dari tiga dimensi waktu. Masa lalu, saat ini dan akan datang. Perjalanan waktu yang harus berkesinambungan untuk membangun Inddonesia masa depan.

Dimensi Indonesia Masa lalu

Sejarah mencatat dan ini yang harus diingat seluruh komponen anak bangsa negeri ini dibangun diawali dengan kesepakatan anak bangsa dan kerelaan golongan Islam untuk melepas “tujuh kata” sehingga menerima rumusan final Pancasila sebagai dasar negara. Inilah peran tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo beserta tokoh Islam lainnya yang menunjukkan kenegarawanan untuk mempersatukan anak bangsa di bumi pertiwi Indonesia. Sejarah ini tentu tidak boleh dilupakan siapa saja yang tinggal di negeri ini.

Pancasila adalah “jalan tengah” mempersatukan kita semua diawal kemerdekaan. Muhammadiyah memandang konsensus Pancasila dan berdirinya negara Indonesia yang bersejarah itu sebagai “Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah “. Bacalah kembali pemikiran Bung Karno tentang lima sila dari Pancasila dalam sidang BPUPKI tergambar kuat pemikiran moderat atau ‘jalan Tengah” untuk membangun Indonesia. Indonesia harus dibangun dengan semangat nasionalisme yang kuat. Semangat ini yang harus dibangun untuk hidup dalam kehidupan internasional. Begitu juga tentang makna nilai mufakat dan kerakyatan bahwa negara ini harus dibangun untuk semua orang semua rakyat. Indooensia harus dibangun bersama dengan musyawarah tetapi bukan musyawarah demokrasi ala barat. Demikian juga nilai kesejahteraan dalam butir Pancasila yang mengandung makna kesejahteraan untuk setiap orang. Tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia yang merdeka. Tentang sila Ketuahan, bung Karno jelas dan tegas menyatakan “ Menyususn Indonesia merdeka denan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa. Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri”. Inilah semangat nilai-nilai Pancasila sebagai pondasi yang ditanam oleh para pendiri negeri ini. Setiap pemimpin dan siapa saja di negeri ini harus paham pondasi awal dibangun negeri untuk membangun Indonesia masa depan.

Dimensi Indonesia Saat Ini

Selain kemajuan yang telah kita raih untuk negeri ini juga meninggalkan berbagai persoalan kebangsaan. Nilai-nilai Pancasila yang menjadi pondasi membangun negeri ini mulai luntur. Kita sudah hampir kehilangan nilai-nilai Pancasila membangun negeri ini. Kesenjangan sosial, bumi an kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh segelintir pihak, dan menguatkan oligarki politik, demokrasi yang transaksional, korupsi dana rakyat yang dilakukan oleh pemimpin rakyat sangat masif, kuatnya campur tangan asing dalam pengelolaan kekayaan alam, keadilan yang sangat jauh dari keadilan, radikalisme yang menjamur, paham komunisme yang mulai mendapat tempat, dan persoalan lainnya yang menjadi persoalan serius untuk membangun negeri ini. Muhammadiyah mengingatkan kepada semua pemilik kekuasaan agar tidak dikembangkan pandangan “ Siapa yang kuat yang menang”. Jika ini terjadi, maka itu dapat dikatakan Indonesia terpapar “radikalisme-ekstrem” bentuk lain. Sekali tentu ini tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Muhammadiyah juga mengingatkan untuk menjalankan Pancasila yang moderat dengan membangun dan mengembangkan pemikiran ke-Indonesiaan dengan jalan moderat atau moderasi bukan melalui jalan kontra-radikal atau deradikalisasi yang ekstrem. Oleh sebab itulah Muhammadiyah memberikan kritikan tentang pelaksanaan Tes wawasan Kebangsaan ( TWK), Survei Lingkungan Belajar ( SLB ), lomba pidato tentang hukum menghormat bendera, dan pemikiran-pemikiran lain pro-kontra lainnya mesti dihindari jika ingin meletakkan Pancasila bersama tiga lainnya, yaitu NKRI, UUD 1945, dan Kebhinekaan sebagai ideologi jalan tengah yang moderat.

Dimensi Indonesia Akan Datang

Perjalanan bangsa ini tidak boleh berhenti. Bangsa ini beruntung memiliki Pancasila sebagi nilai-nilai pemersatu bangsa. Pancasila tidak boleh terdegrasi. Nilai-nilai Pancasila harus dikembalikan dengan semangat awal ketika bangsa ini dirancang. Ingat pidato Soekarno 1 Juni 1945 yang mengaskan bahwa “ Kita hendak mendirikan suatu negara semua untuk semua”. Muhammad Hatta juga menegaskan betapa pentingnya ‘kolektivisme” dalam berbangsa dan bernegara. Negara ini akan tetap bertahan dan bersaing dengan negara-negara lain dalam bingkai pancasila. Pancasila jalan terbaik yang harus menjadi acuan untuk membangun negeri ini ke depan. Negeri yang dicita-citakan oleh para pendahulu pembangun negeri ini yang telah berkorban dan berkorban lagi untuk membangun semangat solidaritas untuk hidup bersama dalam satu bingkai yaitu Indonesia. Indonesia harus kita bangun secara bersama-sama untuk kesejahteraan semua anak bangsa. Tidak boleh ada anak bangsa yang terjajah lagi di negeri Indonesia yang merdeka. Prof.Dr. Haedar Nashir dalam Pidato Kebangsaan menyebutkan dengan istilah “ Indonesia Jalan Tengah dan Indonesia Milik Bersama”.

Perjalanan bangsa ini massih panjang. Perjalanan kemerdekaan ke-76 yang baru saja kita lalui dengan berbagai permasalahan harus menyatukan jiwa, pikiran dan langkah menuju terwujudkan cita-cita Indoensia. Muhammadiyah percaya, masih banyak dinegeri ini pemimpin-pemimpin dan warga bangsa yang berhati tulus, baik, jujur, yang dapat dipercaya untuk membangun bersama-sama, demi kepentingan bersama-sama untuk kesejahteraan bersama-sama untuk Indonesia yang lebih baik sesuai cita-cita harapan pendiri negeri ini. Untuk pemimpin-pemimpin dan anak bangsa yang salah dan khilaf berlebih-lebihan dalam menggunakan kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi maupun orientasi hidupnya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila masih tersedia untuk jalan kembali. Jalan kebaikan untuk negeri ini masih terbuka lebar dibukakan Tuhan. Kembalilah kejalan yang terang dan trercerahkan untuk bersama-sama membangun negeri ini.

Perjalanan bangsa ini sudah kita lewati 76 tahun. Negeri ini akan kita lanjutkan untuk anak cucu kita ke depan. Negeri ini harus kita bangun dengan keikhlasan bersama sama dengan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai konsensus pendiri negeri ini. #IndonesiaJalanTengah dan #IndonesiaMilikBersama.

Catatan : Teks lengkap Pidato Kebangsaan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr.Haedar Nashir, M.Sc klik disini.