Jumat, 30 Desember 2022

PEMILU 2024 COBLOS PARTAI BUKAN CALEG




Ada berita yang menarik dari Ketua KPU RI Hasyim Ashari yang menyatakan bahwa ada kemungkinan pada Pemilu 2024 kembali kepada sistem proporsional tertutup. Artinya Pemilu 2024 pemilih hanya mencoblos gambar bukan caleg. Seperti pemilu yantg dilaksanakan sebelum pemilu 2004. Pada kertas suara yang ditampulkan hanya nama partai, logo parta dan nomor urut partai. Gambar caleg tidak akan dipampangkan di kertas suara. Apabila partainya menang dengan memiliki jatah kursi , maka partailah yang nantinya akan menentukan siapa caleg yang akan duduk di kursi tersebut.

Persoalan ini lagi dibahas di Mahkamah Konstitusi. Hal ini terkait sejumlah politisi ( atau Partai ??? ) yang mengajukan uji materi terhadap UU No. 7 Tahun 2019 atau UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Jika menang dan dikabulkan maka peluang pemilu 2024 akan kembalike sistem proposrsional tertutup.

Apa plus minusnya sistem proporsional tertutup ini ?
Pertama, Kekuasaan partai ( bisa ) kembali kuat. Partailah segala-galanya. Partai yang menentukan siapa yang harus didudukkan. Semua tergantung selera partai. Jika pada proporsional terbuka mengandung semangat selera pemilih, kendali partai hanya sekitar 50%. Kecuali partai punya semangat demokrasi cara menentukan calegnya yang akan duduk jika mendapat jatah kursi dengan mempertimbangkan suara pemilihnya. Tapi cara ini jelas sulit kita peroleh dari cara berpartai saat ini. Namun sistem ini membuat partai kembali memiliki marwah ( harga diri partai ). Partai tidak sekedar menjadi tumpangan penumpang gelap.

Kedua,  Sistem proporsional ini menutup peluang tokoh-tokoh publik figur, tokoh masyarakat, tokoh organisasi untuk jadi caleg yang terpilih. Mereka ini kembali didesain sebagai pengumpul suara untuk partai. Kelebihan sistem ini partai akan dipaksa menata diri untuk mempersiapkan jauh-jauh hari kadernya sebagai calon anggota legislatif. Dengan sistem proporsioanl tertutup tidak ada lagi kader sempalan, tidak ada lagi jelang-jelang pemilu menjadi anggota partai. Atau tidak ada lagi politisi pindah pindah partai.

Ketiga, Sistem proporsional tertutup ini "agak" sedikit mengurangi money politik. Jika pada sistem proporsional terbuka setiap caleg punya peluang yang sama tergantung suara yang dimilikinya, maka setiap caleg berusaha merebut suara rakyat termasuk dengan cara money politik.    

Keempat, Sistem proporsioanl tertutup ini akan menata partai secara profesioanl. Kalau selama ini partai "hampir" tidak punya data anggota secara jelas, maka dengan sistem ini partai mau tidak mau harus memiliki kejelasan anggota. Partai tidak lagi mendatangi pemilihnya/anggotanya sekali dalam lima tahun tetapi rutin secara berkala. Partai akan mempersiapkan kader-kadernya secara maksimal dan kader terbaiklah akan muncul memimpin partai atau caleg yang akan dimajukan. . Dengan demikian akan muncul politisi-politisi terbaik.Tidak seperti saat ini, tidak jelas juntrungannya tiba-tiba jadi ketua partai karena punta jabatan. Atau partai itu bisa dibeli.

Kelima, Sistem proporsional membuat suasana pemilu tidak lagi meriah. Pesta demokrasi tidak lagi terasa pestanya oleh rakyat. Kalau pada sistem proporsional terbuka banyak caleg padahal masih satu partai mendatangi pemilihnya satu persatu. Rakyat banyak dapat bingkisan atau baju dengan foto caleg yang berbeda. padahal masih dalam satu partai. Pesta ini semakin meriah karena caleg tidak saja bersaing antar partai tetapi sesama partai juga saling sikut. Tidak ada lagi poster yang bertaburan di mana-mana dengan tampang-tampang senyum siap melayani rakyat.

Bagi rakyat pemiliki sah negeri ini tentu sangat peduli sekali siapa wakil-wakilnya di legislatif. Rakyat ingin wakil-wakil mereka yang terpilih benar-benar dapat menyambung suara rakyat bukan membungkam suaranya. Tak peduli sistem pemilunya proporsional terbuka atau tertutup. Rakyat hanya berharap wakil-wakil mereka bisa mewujudkan  negeri ini berkeadilan dan berkemakmuran.
#MenujuPemilu2024

0 comments:

Posting Komentar